MENGUBAH AIR LAUT MENJADI LAYAK DIKONSUMSI...
Direktur Teknik PT PAM JAYA Barce Simarmata menjelaskan air akan diambil dari air laut dan dikumpulkan dalam sebuah tank. Kemudian, air laut akan diproses dengan mesin automatic microscreen.
"Microscreen ini fungsinya untuk menyaring kotoran," kata Barce di SWRO Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, Sabtu (12/8/2017).
Bagian mesin itu memiliki bentuk tabung dengan pipa-pipa yang terhubung. Setelah itu, air laut yang sudah dipisahkan dari butiran pasir itu diproses di mesin ultrafiltrasi.
Barce mengatakan mesin ini menyaring kandungan kotoran pada air lebih halus lagi. Pada bagian mesin ini, terdapat alat yang disebut membran. Kemudian, air laut itu akan disaring kembali menggunakan mesin SWRO.
"Ini kita menyaring kandungan garamnya," kata Barce.
Setelah itu, air akan didistribusikan ke keran-keran rumah warga. Adapun, jumlah air baku yang dihasilkan berbeda dengan yang diambil dari laut.
"Kalau kita masukan 100 liter air laut, jadinya hanya 30 liter. Sisanya kita kembalikan ke laut," kata Barce.
Saat baru diambil, air laut biasanya memiliki kandungan di atas 15.000 TDS (total dissolved solid). Setelah diolah dengan mesin SWRO ini, kandungannya menjadi 325 TDS. Standar kelayakan air baku untuk bisa diminum adalah 500 TDS.
Dengan demikian, air laut yang sudah diolah di SWRO Untung Jawa layak untuk diminum. Dalam satu hari, SWRO Untung Jawa mampu mengolah 50 meter kubik air.
Alat Sea Water Reverve Osmosis (SWRO) Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, untuk mengolah air laut menjadi layak minum. Foto diambil pada Sabtu (12/8/2017). (KOMPAS.com/JESSI CARINA )
Belum optimal
Meski air yang dihasilkan sudah layak dikonsumsi, Lurah Untung Jawa Ade Selamat mengatakan warga tidak menyukai rasa air tersebut. Warga kebanyakan menggunakan air SWRO untuk mencuci piring atau pakaian.
"SWRO ini airnya standar Kemenkes jadi mendekati 500 TDS. Ketika dicoba kok enggak enak rasanya. Jadi masyarakat enggak mau, paling hanya buat cuci piring dan cuci baju saja," ujar Ade.
Dia membandingkannya dengan kandungan air mineral kemasan yang memiliki TDS jauh di bawah air olahan SWRO. Hal lain yang mengecewakan, kata Ade, SWRO tersebut belum bisa menghasilkan air dalam jumlah besar.
SWRO hanya bisa menghasilkan 50 meter kubik air setiap harinya. Hanya 50 rumah yang bisa mendapatkan air olahan SWRO tersebut.
Ade membandingkan dengan SWRO yang ada di Pulau Tengah. Di sana, SWRO bisa mengolah puluhan ribu meter kubik air laut.
"Ini sangat disayangkan ya. SWRO sudah megah gedungnya, sayang gitu. Bupati membandingkan di Pulau Tengah dengan gedung kecil saja itu sudah puluhan ribu meter kubik," ujar Ade.
Sumber http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/13/00171071/mengubah-air-laut-menjadi-layak-dikonsumsi--
Tinggalkan Komentar