kontrak-operator-direstrukturisasi-2017-AgE0o

KONTRAK OPERATOR DIRESTRUKTURISASI 2017

Direktur Utama PAM JAYA Erlan Hidayat mengatakan restrukturisasi tersebut tetap bisa dilakukan meskipun pemerintah dan operator masih menunggu putusan sidang gugatan warga (citizen lawsuit) yang menolak swastanisasi air di Ibu Kota.

“Saat ini kami tengah membahas isi perjanjiannya. Kami targetkan restrukturisasi bisa selesai 100% tahun depan,” ujarnya, Kamis (21/7).

Dia menuturkan salah satu isi negosiasi ulang kontrak antara PAM JAYA dengan Aetra dan Palyja terkait hak dan kewajiban operator. Mengacu pada perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh ketiga pihak pada 6 Juni 1997, Palyja mengelola wilayah Jakarta Barat dan Selatan.

Sementara itu, Jakarta bagian timur dan Utara dikelola oleh PT Thames PAM JAYA (sekarang Aetra). Erlan menuturkan dalam perjanjian yang berlaku hingga 2023 tersebut, operator berhak mengambil unit air baku dari sumber air, mengolah unit produksi air (water treatment plan), dan mendistribusikan air ke daerah tertentu, dan menentukan tarif air ke pelanggan.

Dengan adanya restrukturisasi kontrak kerja, PAM JAYA akan menghapus hak pengelolaan air di hulu dan hilir dari kedua operator. Apalagi, hanya PAM JAYA yang bisa meminta izin ke pemerintah pusat, dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), untuk pengambilan air yang berasal dari sungai.

“Kalau operator yang minta air, enggak bakal dilayani. Makanya, mulai tahun depan hak operator hanya sebatas produksi air di water treatment dan distribusi ke konsumen. Untuk sektor hulu—hilir yaitu pengambilan air baku dan konsumen kami take over,” jelasnya.

Lebih lanjut, Erlan mengatakan pihaknya sudah menginformasikan perihal rencana restrukturisasi tersebut kepada Palyja dan Aetra. Menurutnya, pihak swasta sudah mulai memperbaiki kinerja dan pelayanan kepada konsumen.

Selain itu, dia juga meminta kedua operator untuk meningkatkan produksi air. Pasalnya, jika jumlah air yang diproduksi meningkat maka selisih tarif dengan water charge (short fall) yang ditanggung PAM JAYA akan berkurang.

Misalnya tarif air yang mereka tetapkan itu Rp8.000, sementara yang dijual PAM JAYA Rp7.000. Kalau produksi operator meningkat maka harga airnya bisa lebih murah. Ujung-ujungnya short fall bisa ditekan,” imbuhnya.

IKUTI ATURAN

Presiden Direktur Palyja Alan Thompson mengatakan pihaknya siap mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, khususnya Pemprov DKI. Meski demikian, dia tak menampik bahwa perusahaan asal Prancis tersebut dalam posisi yang sulit lantaran adanya upaya banding yang dilakukan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) ke Mahkamah Agung.

“Kasusnya saat ini sedang ditangani Mahkamah Agung, jadi kami harus menghargai proses itu terlebih dahulu. Pada saat kami mendapatkan hasilnya nanti, maka kami berharap bisa berada dalam regulasi yang sesuai dengan yang dirilis pada Desember 2015,” ujarnya.

Terkait kelanjutan kontrak Palyja di DKI Jakarta, Alan menuturkan pihaknya akan berbicara dengan PAM JAYA terkait adanya kemungkinan kerja sama di masa depan. Sambil menunggu status hukum atas gugatan warga, Palyja saat ini memfokuskan untuk meningkatkan layanan kepada konsumen.

“Total produksi air Palyja tahun lalu berkisar 8.000 liter per detik. Sekarang naik menjadi 9.200 liter per detik. Kami juga terus memperluas jaringan total 73% sudah dilayani Palyja,” katanya.

Sementara itu, Direktur Operasional Aetra Listong Hutasoid mengatakan pihaknya sudah memperbaiki hubungan kerja sama dengan PAM JAYA.

“Prinsipnya ada restrukturisasi sudah ok. Kalau naik tarif ya kami terima,” ucapnya. Dia menambahkan kontrak kerja antara PAM JAYA dan Aetra saat ini mulai seimbang. Pasalnya, short fall yang dulu menjadi beban Pam Jaya sudah tak ada lagi. Total short fall yang dibebankan ke BUMD DKI yang bergerak di sektor utilitas tersebut saat ini berkisar Rp700 miliar— Rp800 miliar.

“Dulu 2017 diperkirakan selesai, tapi akhirnya sampai akhir konsesi, 2023. Itu konsep re-balancing,” ucapnya.

Sebagai informasi, 96% air baku di DKI Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur (81%) melalui saluran terbuka Sungai Tarum Barat dan Air Curah Olahan yang dibeli dari PDAM Kabupaten Tangerang (15%).

Sisanya sekitar 4% berasal dari sungai-sungai di Jakarta yang masih bisa diolah. PAM JAYA sendiri telah memiliki pelanggan sekitar 6 juta penduduk atau baru 60% dari total 10 juta penduduk yang tinggal di DKI Jakarta

Sumber http://koran.bisnis.com/read/20160722/436/568278/kontrak-operator-direstrukturisasi-2017

Share this Post

Komentar (0)

Tinggalkan Komentar