KEAJAIBAN AIR
Oleh Mochamad Walid*
Al kisah pada suatu hari, tatkala Siti Hajar dan putranya Ismail ditinggalkan oleh nabi Ibrahim alaihissalam pergi ke Palestina karena perintah Allah SWT, mereka kehabisan perbekalan makanan dan minuman. Bahkan ketika air susu untuk menyusui Ismail mulai kering, Siti Hajar mulai panik. Ia berlari kesana kemari karena Ismail putranya terus menerus menangis karena kehausan. Siti Hajar Hajar lalu berlari ke sebuah bukit Shofa yang tandus dengan harapan memperoleh air ternyata tidak didapatinya. Lalu Siti Hajar berlari menuju bukit Marwah yang juga tandus dengan harapan yang sama, tetapi tidak menemukan air. Siti Hajar berlari diantara dua bukit itu hingga tujuh kali dan akhirnya justru di Baitullah tiba-tiba muncul air zam-zam yang kemudian diminumkan kepada Ismail.
Munculnya secara tiba-tiba seperti itu, sebenarnya tidak hanya terjadi di Makkah. Di belahan bumi yang lain dan khususnya di Jawa, juga banyak sekali legenda (dongeng) yang mengisahkan, bagaimana air bisa muncul secara ajaib. Dalam dongeng Jawa Baruklinthing misalnya, pernah diceritakan, bahwa air tiba-tiba menyembur dari dalam bumi setelah ia mencabut sebuah lidi. Di zaman para wali juga pernah dikisahkan, bahwa Suatu hari Sunan Kalijaga disaat musim kemarau yang kering kerontang pernah memukul sebuah batu dan lantas keluar air yang kemudian dimanfaatkan oleh para petani untuk minum dan mengairi tanah pertanian mereka.
Sementara itu bagi Thales yang diperkirakan hidup pada abad ke-6 SM, pernah menyatakan, bahwa substansi materi dan alam semesta adalah air. Thales adalah seorang filsuf pra –Socrates dikenal sebagai ahli matematika (geometry). Pendapat yang disampaikan oleh Thales bukan satu-satunya pendapat pada zaman itu tentang realitas alam semesta. Masih ada dua filsuf lain yang menyatakan pendapat berbeda dengan Thales, yaitu Anaximenes yang berpendapat realitas materi alam semesta berasal dari api dan Anaximandros yang berpendapat, bahwa substansi materi berasal daro to apeiron. Aristoteles pernah mengungkapkan tentang Thales dalam bukunya Metaphysic, bahwa menurut Thales bumi (daratan) mengapung diatas air. Apapun pendapat itu sudah relatif maju pada saat itu ketika peradaban manusia masih sangat primitif dan dipenuhi oleh mitos-mitos.
Lalu apa hakekat air setelah ilmu pengetahuan berkembang dan peradaban jauh lebih maju karena terbantu oleh teknologi terbaru? Jika kita beringsut pada sekitar abad ke 6 Masehi hingga abad 13 Masehi, air bagi pemeluk agama Islam dipahami sebagai media pelarut yang baik dan oleh karena itu dipakai sebagai alat bersuci (toharah) atau berwudhu. Segala kotoran akan melarut dalam air apabila diusapkan ke wajah atau anggota tubuh lain. Bahkan dalam ajaran Islam, pembagian jenis air sudah dilakukan, misalnya air mutlaq dan musta’mal. Air mutlaq, dideinisikan sebagai air yang suci dan mensucikan. Sedangkan air musta’mal didefinisikan sebagai air yang suci tetapi tidak bisa dipakai untuk bersuberwudhu. Pembagian air tersebut menunjukkan, bahwa pengetahuan air sebagai media yang dapat melarutkan zat lain mulai dipahami. Jenis air musta’mal menunjukkan, bahwa ada sesuatu zat yang larut dalam air sehingga tidak bisa dipakai untuk bersu
Cerita menarik tentang air makin berkembang setelah memasuki beberapa abad kemudian. Misalnya kisah tentang Archimedes seorang ahli geometri yang kebingungan mengukur volume sebuah mahkota yang terbuat dari emas justru tertolong oleh air. Dengan memasukkan kedalam sebuah bak air, akhirnya Archiemedes mengetahui kenaikan permukan air equal dengan volume mahkota emas. Hingga sampai disini, kita bisa melihat perkembangan pengetahuan tentang air. Baru ketika sains berkembang pesat, khususnya ilmu kimia. Pengetahuan manusia tentang air mengalami kemajuan yang revolusioner. Air berdasarkan susunan kimianya (H2O), akhirnya diketahui tidak hanya berwujud cair. Air bisa berwujud padat (gletser, es) dan Gas (uap air).
Air yang dalam struktur kimianya terdiri dari Oksigen dan Hidrogen ternyata dalam proses elektrilisi bisa dipisahkan. Sehingga hidrogen yang dihasilkan bisa digunakan untuk sebuah bahan bakar untuk mesin berbahan bakar hidrogen. Tentu sulit bagi orang awam membayangkan, bahwa ternyata air bisa dirubah menjadi sebuah bahan bakar hidrogen untuk mesin berbahan bakar hidrogen dan menghasilkan energi sebagaimana minyak bumi. Namun sebenarnya, jika kita amati air memang telah menjadi media untuk menghasilkan energi. Coba kita lihat, bendungan PLTA raksasa yang dibangun di Indonesia yang jumlahnya puluhan itu semuanya memanfaatkan air untuk membangkitkan energi. Demikian juga dalam PLTG (Geothermal), air juga dipakai sebagai media untuk menghasilkan uap yang akan memutar turbin pembangkit listrik. Bahkan mesin kereta api kuno juga memanfaatkan air untuk memutar toral untuk menggerakkan roda kereta api.
Keajaiban air akan semakin nyata kita lihat di masa kini. Empat puluh tahun yang lalu, air bukanlah benda yang dikategorikan sebagai benda ekonomis. Tetapi kini air telah menjadi komoditas ekonomi yang sangat menguntungkan apabila dikekola dengan baik. Air mineral dalam kemasan adalah salah satu bukti yang menunjukkan, bahwa air adalah benda yang ajaib. Berkat air, industri air mineral berkembang pesat dan mampu menghidupi puluhan ribu tenaga kerja di industri air mineral, serta menghidupi lebih banyak lagi agen dan pengecer yang ikut terlibat di dalamnya. Bahkan harga air yang secara teknolgi dan modal relatif lebih murah dibandingkan industri kilang minyak, tetapi harga jualnya per liter relatif tidak terlalu terpaut berbeda.
Akhirnya, pertanyaan berujung kepada diri sendiri, bagaimana selama ini kita memperlakukan keajaiban air di muka bumi ini? Dan yang paling penting demi kemajuan pengetahuan tentang air di masa akan datang, pernahkah kita melakukan riset tentang segala hal yang berkenaan dengan air lalu mendokumentasikannya? Bagaimanapun juga kemajuan peradaban dunia dimulai dari sana. Yakni sebagaimana Nikolaus Kopernikus menulis sebuah buku yang berjudul “De Revolutionibus Orbium Coelesteum” yang menggemparkan dunia di abad 16 yang lalu.
*Tenaga ahli PAM JAYA
Tinggalkan Komentar