DPRD DKI MINTA DANA PMP PEMBELIAN SAHAM PALYJA DIKEMBALIKAN
Mencermati hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengembalikan dana Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) sebesar Rp 650 miliar yang dialokasikan pada APBD DKI 2014 lalu.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta, Selamat Nurdin, menyatakan, dana PMP PT Jakpro belum bisa digunakan untuk membeli saham Palyja, karena belum ada kepastian hukum. Daripada dana tersebut tidak digunakan, lebih baik dana PMP itu dikembalikan atau dialihkan untuk program pembangunan lain.
"Kami minta Gubernur DKI Jakarta segera memberikan keputusan mengenai dana PMP untuk pembelian saham Palyja yang diberikan ke PT Jakpro pada tahun 2014 lalu," ujar Selamat Nurdin, Selasa (15/3).
Menurutnya, DPRD menyetujui pencairan dana tersebut untuk kepentingan membeli saham Palyja. Tetapi Jakpro tidak dapat mengeksekusi pembelian saham tersebut karena ada gugatan hukum. Lalu rencana pembelian saham itu diserahkan kepada PDAM Jaya.
Dari kondisi ini, kata Selamet Nurdin, ada dua pilihan yang harus diputuskan. Dana harus dikembalikan ke kas daerah atau dialihkan untuk pelaksanaan program pembangunan lain seperti pembangunan Light Rail Transit (LRT).
"Memang tidak ada sejarahnya, dana PMP ditarik kembali. Karena itu, kami minta diajukan proposal baru supaya dana itu bisa digunakan untuk keperluan yang lain," ujarnya.
Untuk bisa menggunakan dana tersebut, Nurdin menyarankan, Pemprov DKI meminta saran kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sekarang yang perlu ditanyakan kepada BPK adalah apakah dana Rp 650 miliar itu bisa digunakan untuk mendanai pekerjaan lain atau tidak," katanya.
Seperti diketahuui, pada tahun 2013, Pemprov DKI mengajukan penyertaan modal pemerintah Rp 650 miliar untuk pembelian saham PT Palyja. Namun, rencana itu tertunda karena gugatan sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui ada kendala yakni gugatan Koalisi Masyarakat Jakarta Menolak Swastanisasi Air di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat belum dicabut.
Adapun pembelian saham Palyja itu, kata Basuki, untuk memperbaiki tingkat kebocoran air yang selama ini terjadi. Palyja dan Aetra, lanjut dia, menimbulkan kebocoran air hingga 40 persen. Padahal, air bersih merupakan kebutuhan pokok seluruh warga. Kedua operator pun lebih memilih untuk membayar denda kebocoran dibanding memperbaiki pipa yang bocor.
Selain itu, kontrak perjanjian dengan kedua operator air tersebut dinilai tidak menguntungkan Pemprov DKI. Sebab, dalam kontrak itu, operator pengelola air hanya perlu membayar denda Rp 80 juta per satu persen dari selisih target yang ditetapkan.
Lenny Tristia Tambun/FER
BeritaSatu.com
Tinggalkan Komentar